JEPARA, Lingkarjateng.id – Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) merupakan hal penting yang harus diperhatikan. LPPD menjadi gambaran tentang capaian kinerja penyelenggaraan pemerintah yang telah dilaksanakan dalam kurun waktu satu tahun.
Demikian disampaikan oleh Inspektur Khusus Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Teguh Narutomo, saat Sosialisasi Peningkatan Kinerja Pemerintah Daerah di gedung Shima Setda Jepara pada Senin, 13 Februari 2023.
Teguh menyampaikan bahwa Kabupaten Jepara saat ini dipimpin oleh seorang Penjabat (Pj) Bupati. Selain dievaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah selama satu tahun, kinerja Pj juga dievaluasi dan dinilai setiap tiga bulan.
“Dalam hal ini Organisasi Perangkat Daerah (OPD) harus berkolaborasi dan menyamakan persepsi untuk membantu Pj Bupati,” ujarnya.
Kemendagri melalui inspektorat juga akan membantu dan mendampingi Pj Bupati dalam melaksanakan tugasnya agar tata kelola pemerintahan bisa berjalan baik.
Ia menyebutkan beberapa hal yang menjadi perhatian utama. Pertama, terkait Tata Kelola Keuangan Daerah. Dalam hal ini, Kemendagri telah mengeluarkan Surat Edaran per triwulanan.
“Jadi bukan hanya kita sanggup merancang, tapi kita harus sanggup merancang eksekusi penyerapan APBD. Silakan nanti semua mem-breakdown masing-masing OPD mengeksekusi alokasi anggaran yang ada untuk bisa mencapai target yang telah ditentukan,” terangnya.
Selanjutnya, terkait masalah stunting. Permasalahan stunting sudah sering dibahas di berbagai kesempatan, bahkan sudah menjadi isu nasional. Oleh karena itu ia menginstruksikan permasalahan tersebut harus clear, baik jumlahnya, dan siapa orangnya.
“Tidak ada lagi hanya menyampaikan berdasarkan persentase saja, melainkan harus betul-betul riil dan valid agar penanganannya terarah dengan baik. Detailkan angkanya, detailkan orangnya, detailkan NIK dan alamatnya dan itu menjadi dan itu menjadi tanggung jawab yang besar,” sambungnya.
Dia juga berharap penyelenggaraan pemerintah daerah di Kabupaten Jepara semakin baik. Pembangunan bisa berdampak pada kesejahteraan masyarakat dan dapat mewujudkan reformasi birokrasi dengan aparatur yang berintegritas.
Sementara itu, Direktur Evaluasi Kinerja dan Peningkatan Kapasitas Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Deddy Winarwan, mengatakan bahwa LPPD bukan hanya bentuk laporan semata, tetapi merupakan rapor kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah. Di dalamnya ada data kinerja dan data dukung dari 122 Indikator Kunci (IKK).
“Data kinerja dan data dukung tersebut berasal dari seluruh perangkat daerah. Oleh karena itu, kewajiban semua perangkat daerah untuk menyediakannya,” ucapnya.
Dikatakannya, pada tahun 2022 telah dilaksanakan evaluasi penyelenggaraan pemerintah daerah melalui LPPD tahun 2021.
“LPPD juga akan dijadikan sebagai evaluasi dan penilaian agar pemerintah daerah yang capaiannya kurang baik bisa termotivasi untuk meningkatkan kinerja,” terangnya.
Di sisi lain, Pj Bupati Jepara, Edy Supriyanta, menyampaikan bahwa kegiatan sosialisasi Peningkatan Kinerja Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara ini adalah upaya untuk memantapkan kinerja pemerintah daerah.
“Kami ingin melayani masyarakat sebaik-baiknya sesuai tujuan pembangunan nasional,” ujarnya.
Edy juga siap mewujudkan target penanganan isu utama nasional saat ini. Yakni, percepatan peningkatan kesejahteraan sosial melalui penanganan kemiskinan ekstrem, menekan prevalensi stunting, dan revitalisasi pendidikan serta pendidikan vokasi.
“Dalam penanganan kemiskinan, angka kemiskinan kami adalah yang terendah di antara 6 kabupaten sekitar Muria, yakni Blora, Rembang, Pati, Kudus, Jepara, dan Demak,” katanya.
Ia menyebutkan bahwa persentase penduduk miskin sempat naik akibat pandemi. Dari 6,66 persen pada tahun 2019, pada tahun 2020 naik menjadi 7,17 persen. Kemudian, pada tahun 2022 kembali naik menjadi 7,44 persen. Namun, pada tahun 2022 angkanya berhasil ditekan hingga turun menjadi 6,88 persen.
“Kemudian dalam penanganan stunting, sesuai data SSGI kami berhasil menekan prevalensinya. Yakni dari 25 persen tahun 2021 menjadi 18,2 persen tahun 2022 dan berada di bawah rata-rata nasional (21,6 persen) serta Jateng (20.8 persen). Selanjutnya membangun iklim investasi yang sangat kondusif sehingga PMA-PMDN manufaktur berkembang pesat tanpa meninggalkan identitas Kota Ukir,” jelasnya.
Lebih lanjut, nilai ekspor furnitur kayu dan kayu olahan yang datanya sudah masuk hingga bulan September 2022, hampir 193 juta US Dollar. Meningkat dari tahun 2021 sebesar 183,6 juta US Dollar. Sedangkan ekspor garmen dan sepatu hingga September 2022 mencapai 210 juta US Dollar.
“Ini pertama kalinya nilai ekspor produk garmen dan sepatu menyalip furnitur kayu dan kayu olahan, tapi bukan berarti produk identitas daerah ini mengalami penurunan, melainkan tetap meningkat,” pungkas Edy. (Lingkar Network | Muslichul Basid – Koran Lingkar)